HOME

Kamis, 20 Agustus 2015

RINTANGAN SEORANG PENDAKI



Oleh: Risa Anggraini

Inilah salah satu teman sekelas ku, kami sekarang bersama-sama berada di Fakultas Dakwah jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam semester tiga. Namanya Muhammad Marzuki, ia memang hebat dalam bahasa Arabnya, terlihat saat pertama kami diasrama ia bersama fendi dan salah satu pengurus asrama berbincang-bincang dengan bahasa Arab ia berasal dari Waykanan, desa Gunung sari kecamatan Rebang Tangkas. Ia Adalah Anak terbungsu dari Enam bersaudari oleh pasangan yang berbahaga, tentunya setiap Manusia yang terlahir memiliki kisah hidupnya tersendiri baik itu kesenangan, kesedihan dan lain sebagiannya. Serta memiliki potensi dan bakat masing-masing. Untuk itu kita simak perjalanan serta cerita hidup hingga akhirnya ia bisa bersama dan berkumpul ditengah keramaian dan menjadi salah satu teman kita.
Ketika semua orang masih tengah asyik larut dalam masa-masa kesenangan, masa kebebasan untuk mengapresiasikan segala sesuatunya sebagai remaja. Masa yang masih labil. Masa-masa yang masih menginginkan kemanjaan serta perhatian dan kasih sayang, bergurau, canda, tawa, berlari-larian seakan semuanya menjadi Indah. Ketika itu saat Ia Duduk dibangku kelas dua MTs di Barul Ulum, semester dua. Seorang yang menjadi tulang punggung keluarga, sosok pria yang selalu melimpahkan kasih sayangnya kepada anak-anaknnya, menghabiskan waktunya dengan usia yang sudah tua untuk tetap mencari uang demi membiayai kebutuhan serta kehidupan kami. Kini terbaring lemah tak berdaya. Dengan badan yang tampak terlihat kurus sekali. Hari berganti hari, mingu berganti minggu serta bulan pun ikut berganti tapi keadaan ayahku masih tidak ada perubahan. Dan kehidupan pun semakin sulit sementara aku memiliki satu orang kakak wanita yang masih masih duduk dibangku Kelas satu SMA, dan seorang ibu yang sudah tua. Sementara kakak-kakak ku mereka sudah memiliki tanggunga jawab masing-masing itupun mereka semua tak ada yang dekat tepatnya berada di luar daerah semua. Karena sudah menjadi adat dan tradisi ketika seorang wanita yang sudah menikah maka iapun akan ikut bersama suaminya.
Sementara aku berpikir dalam kesunyian, dengan kehidupan yang semakin sempit dan semuanya membutuhkan uang. Tapi aku tak akan membiarkan ibu tercinta yang sudah tua memikul semuanya seorang diri. Begitu juga walau ia adalah kakak ku, lebih tua dari aku, tapi ia adalah seorang wanita, Dan sebentar lagi ia akan menyelesaikan Sekolah menengahnya. Untuk itu aku memutuskan untuk berhenti sekolah dan membantu ibu ku untuk mencari uang sehingga kakak ku dapat menyelesaikan pendidikannya. Karena aku juga memiliki tanggunga jawab sebagai anak laki-laki dalam keluarga ini.
Tidak...Tidak bagaimanapun kau harus tetap menyelesaikan sekolah mu.! Bentak kakak ku, selesai aku mengutarakan maksudku kepadanya. Bentar lagi kau kelas tiga dan lulus. Setidaknya kau selesaikan dulu MTs. Tidak kak, (Dengan air mata yang ikut menetes sebagai saksi pilu hatiku saat itu), Tidak kak biarlah aku memutuskan sekolah untuk sementara, sementara ayah masih sakit, kita tidak bisa mengandalkan ibu sendiri dengan usianya yang sudah tua. Sementara kakak fokus saja dengan pelajaran untuk menyelesaiakan Sekolah kakak. Baiklah kalau begitu kita akan bersama-sama membantu ibu untuk menambah pemasukan, tanpa kau harus berhenti sekolah, Tegas suara kakak ku. Dengan mata yang berkaca-kaca perlahan aku mendekat dan memegang kedua tangan kakak ku, dan berkata. Percayalah kak. Pertimbangkan semuanya. Aku juga tidak mau memutuskan sekolahku, aku akan tetap melanjutkannya nanti jika kakak sudah selesai sementara itu pasti kakak sudah ada modal untuk mencari pekerjaan stidaknya sesuai dengan ijazah yang kakak miliki.
Kakak pun tak mampu membendung kesedihannya dengan segera ia memelukku, sementara ibu yang menyaksikan ikut larut dalam kesedihan dan memeluk kami berdua. Maafkan kami nak, yang tak mampu membuat kalian bahagia. Tapi kami telah memberikan yang terbaik sebisa kami terhadap kalian. Tidak bu, ini semua sudah dari cukup. Kamipun bahagia. Jawab aku dan kakak ku, seketika itu dengan serentak. Trimakasih atas kasih sayang yang telah diberikan kepada kami bu.
Hari pun telah ku lalui dengan suka dan keikhlasan, semua pekerjaan yang bisa ku kerjakan dan tentunya yang menghasilkan uang ku lakukan. Baik upahan membersihkan sawo, menjual kelapa dan membantu ibu di pasar. Tiba-tiba disuatu hari, dimana langit menjadi gelap, cuaca yang tak bersahabat, menjadi hari yang kehilangan bagiku, dimana Ayah ku pergi meninggalkan kami selamanya, untuk bertemu Sang Khalik. Rasa kehilangan yang sangat besar bagiku, tak ada kesempatan untuk berjumpa lagi, walau ia lemah, karena sakit nya sehingga tak berdaya repuk diatas kasur. Menjadi obat kelelahan ku saat aku lelah dari bekerja. Maafkan aku ayah jika aku tidak bisa membuatmu bahagia. Tapi aku berjanji akan membuatmu bangga sehingga apa yang telah kalian lakukan untuk ku, atas jerih payah yang selama ini
Tiga tahun sudah ayah tersiksa oleh penyakitnya yang membuatnya tak bisa melakukan apa-apa. Dan tahun ini adalah tahun yang ku nanti dimana aku akan melanjutkan sekolah ku, bukan berarti aku senang atas kematian ayah. Dua tahun sudah berlalu, kini hari pertamaku menginjakkan kaki ku di MTS Barul’ulum. Kemudia akupun menghadap pimpinan ia pun memberikan petuahnya kepada ku, marzuki jika kau ingin benar-benar sekolah. Maka rajinlah, jika kau memiliki cita-cita maka semangatlah dan berusahalah untuk meraihnya. Karena untuk menuju kebahagian itu tentu jalannya tak akan selalu mulus. Itulah kata-kata pimpinan pondok pesantren Barul’ulum yang selalu ku ingat. Dari itu  maka diri ini berazam untuk dapat mengubah kehidupan ku dan keluarga menjadi lebih baik lagi. Belajar dengan sungguh dan giat sehingga dari MTS dan Aliah aku selalu mendapat predikat yang menurutku adalah baik disini. Baik bahasa,pramuka maupun drumb band   ketika perlombaan di sekolah.
Langitpun tampak cerah, seolah bersahabat dengan ku, angin yang berhembus membawa kesejukan tersendiri. Lambaian kebahagian,  ilalang pun tertuju kepada ku. Membuat arti hari ini adalah hari kebahagian tersendiri buatku. Karena hari ini semuanya tampak senang saat aku mendapati mereka semuanya. Tapi  Apa yang ku dapati hari ini, Banyak sekali teman-teman yang mengerjaiku, dengan nomor-nomor yang tak ku kenal. Untuk yang sekian kalinya Aku berusahapun untuk sabar dan khusnuzon tapi emosipun tak dapat ku kendalikan. Akupun menjawab telephone dengan nada marah dan keras. Halo, halo, aku pun mengulangi nya beberapa kali. Ni siapa? (tegas ku, dengan nada marah!). Ni marzuki ya? Jawab pria asing itu. Ia, ni siapa? Akupun berusaha untuk bertanya lagi. Anda diterima, besok diharapkan ke IAIN. Ternyata yang menghubungi ku itu adalah pengurus bidik misi. Akupun segera meminta maaf, maaf  pak aku fikir teman-teman ku sedang mengerjaiku, habisnya tadi ada yang mengerjaiku. Serasa aku tak mempercayai semua ini. Dengan tumpukan-tumpukan sawo yang berada disekelilingku menjadi saksi atas kenikmatan yang telah diberikan kepada ku pada hari ini. Aku tak habis pikir aku akan diterima menjadi salah satu mahasiswa di IAIN, pimpinan yang memberikan kesempatan itu kepada ku, karena ia mendapatkan informasi dari salah satu petugas yang mengawas sebagai UAN pada sekolah Madrasah Tsanawiyah  waktu itu independen dari Provinsi, salah satu dosen dari IAIN yang sedang mensosialisasikan Fakultas Dakwah. Dari situlah kami mengetahui dan mendapatkan sedikit gambaran tentang IAIN.

Setiap orang tentunya memiliki kisah hidup, dan perjalanannya masing-masing sebelum ia mendapatakan apa yang ia hajatkan dan ia inginkan. Tentunya seperti yang di inginkan oleh marzuki. akhirnya iapun dapat  mewujudkan impiannya bisa melanjutkan pendidikannya ketingkat yang tinggi dengan bermodalkan bahasa Arabnya, walaupun tidak sefasih anak yang belajar di Pesantren Modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar