HOME

Rabu, 31 Agustus 2016

MENILIK PERKEBUNAN DI DAERAH MINIA, SAMANUD

Copas FB
Malam itu rabu 19 Juni 2016 menjelang sholat isya kami berdua (saya dan ‘ashim) masih di kota Alexandria, salah satu kota wisata terindah yang terletak lumayan jauh dari kota Kairo, setelah lama bermain main di LA Alexandria kami pun berinisiatif pulang ke kota Kairo malam itu juga. Namun, karena teman saya ini sebelumnya tinggal di daerah Minia Samanud dan dia mau pulang ke Indonesia ‘alaathuul (selamanya) akhirnya kami berdua pergi kesana terlebih dahulu untuk mengambil pakaiannya yang masih tersisa disana, Samanud.
Dari Alexandria menuju Samanud kami menaiki Tram (sejenis Kereta Api namun ada tiga, dua bahkan hanya ada tiga gerbong saja panjangnya), dan kebetulan Tram yang kami naiki adalah Tram yang bertingkat dan kami naik tingkat dua sambil melihat keindahan malam kota Alexandria yang begitu menawan dipandang mata dengan ongkos yang relatif murah yaitu satu pound berdua, setelah melewati beberapa mahattoh (stasiun) yang tidak terlalu jauh jarak antara stasiun satu dengan lainnya, akhirnya kami sampai di stasiun Sidi Gabir (سيدي جابر) yaitu tempat transit dan menaiki Kereta Api (Atr/قطار ) menuju Thanta (طانطا). Kalian pernah membaca atau sekedar pernah mendengar Shalawat Tarhim yang populer di Indonesia? Yang selalu dikumandangkan sebelum waktu subuh atau menjelang waktu shalat lima waktu? Coba tebak siapa yang pertama kali mengumandangkan Shalawat tersebut? Saya jawab disini saja ya. Hehe beliau adalah Syeikh Mahmoud Khalil Al-Khussary yang lahir di Subra an-Namla sebuah desa di wilayah Thanta (sebelah utara kota Kairo) pada tahun 1917, beliau ketika pindah ke Kairo menjadi Qari di masjid Sayyidina Husein dan beliau juga belajar di Universitas Al-Azhar.
Singkat cerita, kami disini (thanta) hanya sekedar transit untuk menuju Samanud dengan menaiki Kereta Api arah Mansouroh. Setelah beberapa saat kami menunggu, akhirnya Kereta Api arah Mansouroh pun datang, kami berdua langsung bergegas masuk alhamdulillah dapat tempat duduk jadi sedikit bisa sambil istirahat di dalam Kereta. Karena jarak dari Thanta ke Samanud tidak begitu jauh, mungkin hanya beberapa stasiun saja, jadi tidak begitu lama kami di dalam Kereta akhirnya sampai juga di tempat yang kami tuju.
Sampai di Samanud kisaran pukul sebelasan malamlah, karena rumah teman saya ini agak lumayan jauh dari stasiun, jadi untuk menuju ke rumahnya harus menggunakan kendaraan lagi. Dari sini, sementara kami jalan kaki walaupun ada kendaran menuju pasar, sebenarnya kami menuju pasar ini untuk mencari makanan kusyari namun karena waktu sudah larut malam ternyata tempatnya sudah tutup, ya sudah kami hanya minum ‘ashob (minuman dari sari pohon tebu yang di giling). Setelah minum selesai kami langsung menuju rumah dengan mengendarai tuktuk (sejenis bajaj), sesampainya di rumah kami tidak langsung tidur melainkan istirahat sejenak dilanjutkan shalat isya dan berbincang-bincang sambil menunggu waktu sahur, tidak lama kami santai ria waktu sahur pun tiba. Temanku pergi ke dapur untuk masak nasi dan sayur shup kentang (karena memang temanku satu ini orangnya jago masak, orang Paadaaang) dan sebagian lauknya sudah kami persiapkan dari Alexandria, seperti ayam goreng, sambal, dan lainnya. Setelah sahur selesai, bincang sebentar sambil menunggu waktu subuh karena memang disini (Mesir) sedikit cepat waktu subuhnya, yaitu pukul 03:09. Disela-sela waktu imsak itu kami sambil ngobrolin rencana siang harinya untuk menilik perkebunan di daerah Minia, Samanud.
Waktu kamis sore pun tiba, dia (ashim) ini ingin megajak saya ke sebuah perkebunan milik orang Mesir (karena disini ada sebagian orang Asia yang bercocok tanam, seperti orang Thailand dan sebagainya), yang tidak begitu jauh dari rumahnya itu sambil ngabuburit menunggu buka puasa. Kisaran pukul 03:30an sore kami keluar rumah menuju masjid sambil istirahat dan menunggu waktu ‘ashar tiba, setelah ‘ashar kami melanjutkan ngabuburit ke perkebunan yang begitu indah. Banyak sekali macam tanaman seperti buah buahan, palawija, sayuran yang ditanam orang Mesir disini, diantaranya; misal dari buah- buahannya yaitu buah Anggur, buah tuth, buah tin. Begitu juga palawijanya; seperti gandum, jagung, padi, bawang merah. Begitu juga sayurannya; seperti terong dan lain sebagainya.
Setelah sampai di perkebunan tersebut sayapun tak lama lama untuk mengabadikan moment indah itu dengan sebuah kamera. Tapi, sebelum kami berfoto ria ditempat tersebut kami berbincang-bincang sejenak dengan ‘Ammu ‘Aariif yaitu seorang kakek tua yang menjaga perkebunan anggur tempat kami mengabadikan gambar tersebut. Sebelum kami masuk ke kebun anggur itu kami berkeliling dahulu untuk melihat-lihat tanaman buah-buahan dan palawija disekitarnya. Namun, objek utama kami adalah kebun anggur yang luas itu untuk dijadikan moment terindah ketika berada di perkebunan tersebut, disitu kami ngobrol dengan kakek tua tadi, kami berkenalan lanjut ke obrolan lain seputar cara orang Mesir menanam padi, ketika melihat padi yang begitu rapat kami mengira itu adalah model benih yang ditabur dan setelah sejengkal lalu di cabut untuk ditanam kembali seperti di Indonesia, namun setelah kami tanyakan ke kakek tadi ternyata memang begitu cara bercocok tanamnya, walaupun ada juga yang di tanam dengan jarak seperti di tempat kita (Indonesia) namun tidak serapi seperti di tempat kita, disini menanamnya tidak dua atau tiga jerami saja tapi lebih dari itu sehingga terlihat agak acak-acakan. Oh iya, kami juga tanya-tanya harga anggur disini, kata beliau harga disini harga satu keranjangnya itu hanya 30 Le (Pound Mesir) murah banget ya dibanding ditempat kita, apalagi kurs Pound sekarang sedang anjlok jadi hampir sama dengan rupiah. Tapi, kalau di pasar-pasar harga anggur rata-rata 6,5 Pound perkilo.
Tak lama setelah itu, kami berdua pun izin berpamitan pulang karena hari mulai gelap. Setelah sampai rumah kami menyiapkan buka puasa ala kadarnya sekedar cukup untuk buka puasa berdua saja karena setelah shalat maghrib kami langsung bergegas menuju Kairo, keluar rumah menuju stasiun kembali kami mengendarai tuktuk (bajaj) hanya hitungan menit kami sampai stasiun Samanud. Disini kami menunggu datangnya Kereta Api tujuan Kairo, namun disela-sela menunggu masuklah waktu isya, akhirnya kami pun melaksanakan shalat isya di sebuah musholla yang terletak di stasiun itu. Setelah menunggu hampir setengah jam, akhirnya Kereta Api yang kami tunggu-tunggu pun datang kami berdua langsung masuk dan alhamdulillahnya Kereta tersebut tidak terlalu padat sehingga bisa duduk dengan leluasa hingga sampai Kairo kisaran pukul 11:00an lebih.
Setibanya di akhir Mahattoh (stasiun terakhir) Ramses, kota Kairo, kami langsung naik taxi menuju kediaman teman kami (ridho) di daerah Hay Tsamin ( distric’s 8) sekitar pukul 12:00 kurang. Karena tadi hanya berbuka ala kadarnya saja, membuat perut kami keroncongan, akhirnya kami pun berinisiatif mencari kusyari namun lagi-lagi sudah tutup karena memang sudah larut malam kami sampai sini, walaupun di sekitaran tempat itu masih terlihat ramai orang Mesir makan makanan ful (kacang yang digiling), isy (yang terbuat dari gandum), tho’miyah bil beidh yaitu makanan yang disebut oleh si Azzam ketika berbincang dengan Didi Petet (alm) ketika shooting di depan gedung Qait Bay, Alexandria beberapa tahun lalu, makanan ini adalah makanan pokok orang-orang Mesir dari tingkatan orang biasa hingga pejabat ya ini makanannya, sederhana bukan? Ditempat keramaian tersebut kami membeli tho’miyah bil beidh beberapa biji lalu kami menuju ke tukang minuman hendak membeli minuman ‘Ashob sambil istirahat menikmati makanan dan minuman serta menikmati gemerlapnya kota Kairo.
Hanya makan beberapa biji dari tho’miyah bil beidh tadi, perut kami pun tak sanggup menghabiskan sisa yang ada akhirnya kami tinggal begitu saja menuju rumah teman kami (ridho) tadi, sesampainya disana kami istirahat dan ngobrol sejenak hingga waktu sahur tiba. Tapi, teman saya (‘ashim ) pun sudah tidur duluan akhirnya saya dan ridho hanya sahur berdua dengan ikan tuna dan beberapa juz anggur buatannya, alhamdulillah masih mendapatkan nikmatnya sahur bersama. Tahun lalu, saya dan mas ridho ini masih sama-sama tinggal di MAQURAA (Majelis Qur’an Abu Amru Abbas Akkad) yaitu di Abbas Akkad, yang terletak di jantung kota Kairo.
Waktu subuh pun tiba, saya langsung bergegas menuju tempat wudhu dan berwudhu langsung melaksanakan shalat subuh. Setelah selesai subuhan saya pun langsung istirahat tidur, karena sudah beberapa hari sebelumnya tidak tidur malam, tidurpun pulas hingga tak terasa waktu sudah terlihat siang. Akhirnya saya bangun dan ngobrol sejenak dengan ‘ashim, kami saling meminta maaf dan saya mendoakannya semoga perjalanan menuju Bumi Pertiwi (Indonesia) lancar sampai tujuan yaitu daerah Pasaman kota Padang, Sumatera Barat. Dan saya doakan semoga pernikannya yang akan dilaksanakan bulan agustus mendatang, menjadi pernikahan yang Sakinah Mawaddah Wa Rohmah, Aamiin. Dan akhir kata, semoga kita dapat bertemu kembali di Tanah Air tercinta, Indonesia.
Kairo, 4 Juli 2016.
Jam tiga pagi, tepat waktu sebelum subuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar