Oleh: Risa Anggraini
Inilah salah satu teman sekelas ku,
kami sekarang bersama-sama berada di Fakultas Dakwah jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam semester tiga. Namanya Muhammad Marzuki, ia memang hebat dalam
bahasa Arabnya, terlihat saat pertama kami diasrama ia bersama fendi dan salah
satu pengurus asrama berbincang-bincang dengan bahasa Arab ia berasal dari
Waykanan, desa Gunung sari kecamatan Rebang Tangkas. Ia Adalah Anak terbungsu dari
Enam bersaudari oleh pasangan yang berbahaga, tentunya setiap Manusia yang
terlahir memiliki kisah hidupnya tersendiri baik itu kesenangan, kesedihan dan
lain sebagiannya. Serta memiliki potensi dan bakat masing-masing. Untuk itu
kita simak perjalanan serta cerita hidup hingga akhirnya ia bisa bersama dan
berkumpul ditengah keramaian dan menjadi salah satu teman kita.
Ketika semua orang masih tengah asyik
larut dalam masa-masa kesenangan, masa kebebasan untuk mengapresiasikan segala
sesuatunya sebagai remaja. Masa yang masih labil. Masa-masa yang masih
menginginkan kemanjaan serta perhatian dan kasih sayang, bergurau, canda, tawa,
berlari-larian seakan semuanya menjadi Indah. Ketika itu saat Ia Duduk dibangku
kelas dua MTs di Barul Ulum, semester dua. Seorang yang menjadi tulang punggung
keluarga, sosok pria yang selalu melimpahkan kasih sayangnya kepada
anak-anaknnya, menghabiskan waktunya dengan usia yang sudah tua untuk tetap
mencari uang demi membiayai kebutuhan serta kehidupan kami. Kini terbaring lemah
tak berdaya. Dengan badan yang tampak terlihat kurus sekali. Hari berganti
hari, mingu berganti minggu serta bulan pun ikut berganti tapi keadaan ayahku
masih tidak ada perubahan. Dan kehidupan pun semakin sulit sementara aku
memiliki satu orang kakak wanita yang masih masih duduk dibangku Kelas satu
SMA, dan seorang ibu yang sudah tua. Sementara kakak-kakak ku mereka sudah
memiliki tanggunga jawab masing-masing itupun mereka semua tak ada yang dekat
tepatnya berada di luar daerah semua. Karena sudah menjadi adat dan tradisi
ketika seorang wanita yang
sudah menikah maka iapun akan ikut bersama suaminya.
Sementara aku berpikir dalam kesunyian,
dengan kehidupan yang semakin sempit dan semuanya membutuhkan uang. Tapi aku
tak akan membiarkan ibu tercinta yang sudah tua memikul semuanya seorang diri.
Begitu juga walau ia adalah kakak ku, lebih tua dari aku, tapi ia adalah
seorang wanita, Dan sebentar lagi ia akan menyelesaikan Sekolah menengahnya.
Untuk itu aku memutuskan untuk berhenti sekolah dan membantu ibu ku untuk
mencari uang sehingga kakak ku dapat menyelesaikan pendidikannya. Karena aku
juga memiliki tanggunga jawab sebagai anak laki-laki dalam keluarga ini.
Tidak...Tidak bagaimanapun kau harus
tetap menyelesaikan sekolah mu.! Bentak kakak ku, selesai aku mengutarakan
maksudku kepadanya. Bentar lagi kau kelas tiga dan lulus. Setidaknya kau
selesaikan dulu MTs. Tidak kak, (Dengan air mata yang ikut menetes sebagai
saksi pilu hatiku saat itu), Tidak kak biarlah aku memutuskan sekolah untuk
sementara, sementara ayah masih sakit, kita tidak bisa mengandalkan ibu sendiri
dengan usianya yang sudah tua. Sementara kakak fokus saja dengan pelajaran
untuk menyelesaiakan Sekolah kakak. Baiklah kalau begitu kita akan bersama-sama
membantu ibu untuk menambah pemasukan, tanpa kau harus berhenti sekolah, Tegas
suara kakak ku. Dengan mata yang berkaca-kaca perlahan aku mendekat dan
memegang kedua tangan kakak ku, dan berkata. Percayalah kak. Pertimbangkan
semuanya. Aku juga tidak mau memutuskan sekolahku, aku akan tetap
melanjutkannya nanti jika kakak sudah selesai sementara itu pasti kakak sudah
ada modal untuk mencari pekerjaan stidaknya sesuai dengan ijazah yang kakak
miliki.
Kakak pun tak mampu membendung
kesedihannya dengan segera ia memelukku, sementara ibu yang menyaksikan ikut
larut dalam kesedihan dan memeluk kami berdua. Maafkan kami nak, yang tak mampu
membuat kalian bahagia. Tapi kami telah memberikan yang terbaik sebisa kami
terhadap kalian. Tidak bu, ini semua sudah dari cukup. Kamipun bahagia. Jawab
aku dan kakak ku, seketika itu dengan serentak. Trimakasih atas kasih sayang yang
telah diberikan kepada kami bu.
Hari pun telah ku lalui dengan suka dan
keikhlasan, semua pekerjaan yang bisa ku kerjakan dan tentunya yang
menghasilkan uang ku lakukan. Baik upahan membersihkan sawo, menjual kelapa dan
membantu ibu di pasar. Tiba-tiba disuatu hari, dimana langit menjadi gelap,
cuaca yang tak bersahabat, menjadi hari yang kehilangan bagiku, dimana Ayah ku
pergi meninggalkan kami selamanya, untuk bertemu Sang Khalik. Rasa kehilangan
yang sangat besar bagiku, tak ada kesempatan untuk berjumpa lagi, walau ia
lemah, karena sakit nya sehingga tak berdaya repuk diatas kasur. Menjadi obat
kelelahan ku saat aku lelah dari bekerja. Maafkan aku ayah jika aku tidak bisa
membuatmu bahagia. Tapi aku berjanji akan membuatmu bangga sehingga apa yang
telah kalian lakukan untuk ku, atas jerih payah yang selama ini
Tiga tahun sudah ayah tersiksa oleh
penyakitnya yang membuatnya tak bisa melakukan apa-apa. Dan tahun ini adalah tahun
yang ku nanti dimana aku akan melanjutkan sekolah ku, bukan berarti aku senang
atas kematian ayah. Dua tahun sudah berlalu, kini hari pertamaku menginjakkan
kaki ku di MTS Barul’ulum. Kemudia akupun menghadap pimpinan ia pun memberikan
petuahnya kepada ku, marzuki jika kau ingin benar-benar sekolah. Maka rajinlah,
jika kau memiliki cita-cita maka semangatlah dan berusahalah untuk meraihnya.
Karena untuk menuju kebahagian itu tentu jalannya tak akan selalu mulus. Itulah
kata-kata pimpinan pondok pesantren Barul’ulum yang selalu ku ingat. Dari
itu maka diri ini berazam untuk dapat
mengubah kehidupan ku dan keluarga menjadi lebih baik lagi. Belajar dengan
sungguh dan giat sehingga dari MTS dan Aliah aku selalu mendapat predikat yang
menurutku adalah baik disini. Baik bahasa,pramuka maupun drumb band ketika
perlombaan di sekolah.
Langitpun tampak cerah, seolah bersahabat
dengan ku, angin yang berhembus membawa kesejukan tersendiri. Lambaian
kebahagian, ilalang pun tertuju kepada
ku. Membuat arti hari ini adalah hari kebahagian tersendiri buatku. Karena hari
ini semuanya tampak senang saat aku mendapati mereka semuanya. Tapi Apa yang ku dapati hari ini, Banyak sekali
teman-teman yang mengerjaiku, dengan nomor-nomor yang tak ku kenal. Untuk yang
sekian kalinya Aku berusahapun untuk sabar dan khusnuzon tapi emosipun tak
dapat ku kendalikan. Akupun menjawab telephone dengan nada marah dan keras.
Halo, halo, aku pun mengulangi nya beberapa kali. Ni siapa? (tegas ku, dengan
nada marah!). Ni marzuki ya? Jawab pria asing itu. Ia, ni siapa? Akupun
berusaha untuk bertanya lagi. Anda diterima, besok diharapkan ke IAIN. Ternyata
yang menghubungi ku itu adalah pengurus bidik misi. Akupun segera meminta maaf,
maaf pak aku fikir teman-teman ku sedang
mengerjaiku, habisnya tadi ada yang mengerjaiku. Serasa aku tak mempercayai
semua ini. Dengan tumpukan-tumpukan sawo yang berada disekelilingku menjadi
saksi atas kenikmatan yang telah diberikan kepada ku pada hari ini. Aku tak
habis pikir aku akan diterima menjadi salah satu mahasiswa di IAIN, pimpinan
yang memberikan kesempatan itu kepada ku, karena ia mendapatkan informasi dari salah
satu petugas yang mengawas sebagai UAN pada sekolah Madrasah Tsanawiyah waktu itu independen dari Provinsi, salah
satu dosen dari IAIN yang sedang mensosialisasikan Fakultas Dakwah. Dari
situlah kami mengetahui dan mendapatkan sedikit gambaran tentang IAIN.
Setiap orang tentunya memiliki kisah
hidup, dan perjalanannya masing-masing sebelum ia mendapatakan apa yang ia
hajatkan dan ia inginkan. Tentunya seperti yang di inginkan oleh marzuki.
akhirnya iapun dapat mewujudkan impiannya
bisa melanjutkan pendidikannya ketingkat yang tinggi dengan bermodalkan bahasa
Arabnya, walaupun tidak sefasih anak yang belajar di Pesantren Modern.